Peristiwa Sejarah Islam

RIWAYAT VS EMPIRIS: Kisah Pertemuan Syekh Uthbi dengan Nabi Lewat Mimpi

Avatar
  • June 22, 2024
  • 5 min read
  • 30 Views
RIWAYAT VS EMPIRIS: Kisah Pertemuan Syekh Uthbi dengan Nabi Lewat Mimpi

Hadis sebagaimana didefinisikan ulama hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya. Secara etimologis hadis menurut Mahmud At Talhan dalam Kitab Taisir Musthalah Al Hadis adalah Al Jadid yang berarti baru. Hal ini juga senada dengan definisi yang ditulis Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki dalam Kitab Manhal Al Lathif yang memberi definisi etimologis hadis dengan Dhid Al Qadim yang berarti kebalikan dahulu yakni baru. Hadis merupakan dokumentasi dan potret nabi baik sebelum beliau diangkat menjadi seorang utusan maupun setelahnya. Potret baik perkataan, perbuatan, dan ketetapannya berfungsi terhadap skema hukum, falsafah, dan pedoman hidup umat muslim. Hal ini karena Nabi Muhammad adalah utusan yang membawa syariah, maka dokumentasi hidupnya menjadi implementasi atas syariat yang dibawanya.

Memahami hadis artinya seorang pengkaji hadis harus melakukan tahapan dalam proses analisanya. Analisis kuat dan pemahaman mendalam serta memerhatikan kaidah keshahihan akan berimplikasi pada pemahaman serta otoritas. Oleh karena itu dalam memahami hadis perlu keilmuan mendalam dan wawasan luas agar nantinya indikator pemaknaan terhadap hadis dapat tervalidasi sesuai kebutuhan hukum. Proses pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui autentisitas hadis. Hal ini dikarenakan setiap hadis akan bermuara pada dua ujung yakni Maqbul dan Mardud. Hadis yang Maqbul adalah hadis yang dapat digunakan sebagai sumber pokok hukum Islam, sedangkan hadis yang Mardud tertolak menjadi tendensi hukum. Maka dari itu proses utama dan pertama yang harus diketahui adalah kualitas hadis.

Proses kedua yang dilakukan adalah mengetahui otoritas hadis tersebut. Sebetulnya hal ini memiliki interkoneksi dengan proses pertama, namun otoritas hadis berkaitan dengan proses seberapa kuat hadis tersebut dijadikan sebagai tendensi hukum. Pun, juga pemahaman masyarakat dan seberapa mengakar kuat hadis ini terhadap masyarakat juga dikaji di dalamnya. Fase selanjutnya adalah mengetahui indikator pemaknaan hadis, yakni proses mengetahui pemahaman makna yang diinterpretasikan dari hadis tersebut. Fase ini dikenal dengan indikator pemaknaan. Hal ini juga penting untuk ditelusuri karena akan memberikan implikasi sebagaimana autentisitas. Ketiganya perlu ketekunan ekstra karena di samping membutuhkan usaha dan tekat kuat juga membutuhkan kejernihan hati untuk menembus tabir kalam pembawa syariat.

Hadis bukan hanya menjadi produk hukum atau penafsir Al Quran. Keberadaannya juga menjadi spirit, semangat, dan tauladan yang diberikan nabi kepada umat muslim. Setiap tindakan dan perkataan beliau menjadi sebuah kebenaran, bahkan dalam sebuah mimpi. Seseorang yang bermimpi bertemu dengan nabi hakikatnya adalah bertemu dengan Nabi. Hal ini juga pernah beliau sabdakan dalam sebuah hadis  yang artinya “siapa saja yang melihatku di dalam mimpi hakikatnya adalah melihatku karena setan tidak bisa menyamar menjadi diriku”. Penulis akan bercerita sedikit sebagaimana diceritakan Gus Nadirsyah Hosen dalam bukunya berjudul Tafsir Al Quran di Medos (Mengkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci Pada Era Media Sosial).

Kisah yang diriwayatkan dalam salah satu redaksi hadis ini berkenaan dengan tawasul. QS. An Nisa ayat 64 merupakan ayat yang digunakan sebagai landasan ulama dalam melakukan tawasul. Berkenaan dengan ayat ini Kitab Al Syamil karya Syekh Abu Nashr As Sabagh mengisahkan seorang badui yang setelah tiga hari wafatnya Rasulullah ziarah ke makamnya. Lelaki tersebut mengucapkan salam lalu membaca ayat 64 dari Surat An Nisa. Ia tawasul kepada Rasulullah dan meminta untuk sekiranya mendoakan dirinya agar dosa yang selama ini diperbuat diampuni dan mendapatkan syafaat Nabi. setelah melakukan itu lantas lelaki tersebut pergi. Syekh Uthbi yang berada di antara majelis ziarah di sekitar makam Rasulullah merasa heran dan kemudian pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah Syekh Uthbi tidur hingga kemudian bermimpi diberi kabar Rasulullah untuk menginformasikan kepada lelaki tadi bahwa perbuatan tersebut adalah benar dan yang dimintainya juga dikabulkan. Seketika itu juga beliau selalu mengamalkan tawasul.

Kisah serupa juga diceritakan oleh Imam An Nawawi dalam kitabnya berjudul Al Majmu’ Juz 8 halaman 217 dan Al Idhah halaman 498. Bukan hanya dalam kitab ini, Imam Al Mawardi dalam kitabnya Al Hawi Al Kabir dan Al Dzakirah karya Imam Al Qarafi Juz 3 halaman 275-276 juga menceritakan kisah yang sama. Tidak sampai di sini Imam Ibn Qudamah dalam kitabnya Al Mughni Juz 7 halaman 420 juga menceritakan hal yang sama dan bahkan beliau memberikan tambahan etika dan prosedur yang harus dilakukan ketika berziarah kepada Rasulullah. Sayyid Tanthawi Gren Syekh Al Azhar Mesir seorang ulama modern dalam kitab tafsirnya juga mengutip dari Kitab Tafsir Ibn Katsir. Semua ulama yang disebut di atas beraliran Sunni, namun kemudian kisah ini tidak dibenarkan dan riwayat ini dianggap dhaif oleh salah seorang Ulama Wahabi yakni Imam Al Albani. Perdebatan seru ini akan menjadi lebih kompleks dan holistik ketika pembaca berusaha membuka beberapa kitab tafsir.

Penulis sejauh yang dipahaminya akan berusaha memberikan komentar fenomena ini. Memang betul dalam keilmuan hadis baik proses telaah autentisitas, otoritas, dan mencari indikator pemaknaan digunakan sebagai metode yang harus dilakukan. Namun umat muslim juga harus menyadari bahwa walaupun jasad Nabi sudah wafat namun pada hakikatnya ruh dan Nadhrah Batiniyah-nya masih memancarkan cahaya kebenaran sampai kapan pun. Adanya mimpi Syekh Uthbi tersebut merupakan salah satu bagian kecil media informasi yang diberikan Nabi kepada umatnya. Tidak mungkin arti mimpi tersebut keliru jika Syekh Uthbi memang bermimpi. Walhasil untuk menyikapi fenomena semacam ini hal yang harus dilakukan adalah tabayun yakni dengan terus berpegang kepada Sunnah dan tauladan Nabi. terlepas hadis tersebut shahih ataupun tidak hal yang perlu diketahui adalah bahwa mimpi bertemu Nabi merupakan kejadian yang hakiki dan yang disampaikan adalah kebenaran.  

Avatar
About Author

Ahmad Misbakhul Amin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *