Sejarah Islam

Nabi Yang Open Minded dan Gemar Musyawarah

Avatar
  • July 15, 2024
  • 4 min read
  • 34 Views
Nabi Yang Open Minded dan Gemar Musyawarah

Nabi Muhammad saw menjadi sosok yang keteladanannya diimani, diamini, dan diikuti.  Hal ini dibenarkan karena selain menjadi pembawa syariat beliau juga orang yang pertama kali mengimplementasikan wahyu. Dalam satu kesempatan beliau pernah menyatakan bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan akhlak. Menengok pada sejarah awal kenabian beliau memang bangsa arab pada saat itu dikenal degan zaman jahiliah. Jahiliah bukan bermakna bodoh terhadap keilmuan dan intelektual, dikenal bodoh karena pada zaman itu masyarakat arab kebanyakan tidak mengenal dan mengimani Tuhan yang semestinya harus disembah. Terdapat banyak penyelewengan dan maksiat yang meraja lela. Sehingga dengan kehadiran Nabi Muhammad diibaratkan menjadi cakrawala yang membebaskan kebodohan dan tradisi maksiat. Sikapnya yang sopan dan tuturnya yang santun menjadikan dakwahnya mudah diterima di semua kalangan.

Salah satu akhlak Nabi Muhammad saw adalah gemar bermusyawarah. Nabi Muhammad seseorang yang jujur dan terbuka terhadap sesama. Walaupun beliau menjadi utusan yang kebaikan dan kebenarannya tiada tanding beliau tetap open minded terhadap masukan dan usulan yang disampaikan. Tak jarang sahabat memberikan usulan dan masukan kepada nabi di beberapa keadaan. Sejarah semacam ini tersimpan dan terdokumentasi banyak di beberapa kitab sirah nabawiyah, Tafsir, dan Hadis. Oleh karenanya membuka dan mengkaji kitab sirah nabawiyah menjadi penting untuk dilakukan. Menyelami samudra kesejarahan yang terdokumentasi menjadi alat untuk menggali akhlak nabi, dan mengimplementasikannya merupakan hal yang urgen dan mendesak untuk diaktualisasikan. Untuk mengetahui sosok Nabi yang gemar bermusyawarah penulis mencoba mengajak pembaca mengkaji Kitab Tafsir Ibnu Katsir.

Dalam satu riwayat disebutkan di saat Perang Uhud berkecamuk Nabi berkeinginan untuk keluar dari Madinah dan bersiap bersama sahabat menyambut musuh dan perang bersama. Di sisi lain hal ini tidak disepakati oleh Sa’ad Ibnu Muadz dan Sa’ad Ibnu Ubadah. Menurutnya setelah melihat situasi dan kondisi medan perang akan sangat menguntungkan bagi kaum kafir ketika nabi mengikuti peperangan secara langsung. Selanjutnya usulan yang diberikan kepada dua sahabat tersebut adalah agar nabi tetap berada di Madinah dan memimpin dari kota agar keamanan serta keselamatan beliau dapat terjamin. Maka masukan itu dipertimbangkan serta dituruti Nabi. Satu kisah lain pada saat Hudaibiyah. Nabi berunding dengan para sahabat dan memberikan usul untuk berperang melawan kaum kafir. Namun usulan itu dikomentari oleh Abu Bakar dengan mengatakan “ Wahai rasul sesungguhnya kita berangkat dengan niat umrah bukan berperang”. Secara tersirat Abu Bakar memberikan usulan agar kaum muslim tidak berperang dan Nabi menyetujuinya.

Masih di dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir bagian lain, pada saat perang badar Nabi juga bermusyawarah dengan para sahabatnya. Terkisah ketika perjalanan Perang Badar beliau menginstruksikan pasukan untuk berhenti dan beristirahat di sumber mata air pertama yang dilewati. Hal ini menyebabkan kejanggalan hati Al Hubab bin Mundzir, karenanya ia memberanikan diri bertanya kepada Nabi. “ Wahai Rasul apakah wahyu Allah turun agar kita beristirahat dan menyusun strategi perang di tempat ini?” Nabi pun menjawab bahwa ini hanya kemauannya semata bukan perintah Allah Swt. Mengetahui hal itu Al Hubab memberi usulan agar tetap berjalan hingga menemukan mata air terakhir untuk dijadikan tempat istirahat dan menyusun strategi perang. Menurutnya hal ini akan menguntungkan kaum muslim karena mata air terakhir sudah dikuasai maka musuh akan kehausan karena tidak mempunyai cadangan persediaan air bersih. Lagi lagi Nabi pun menyetujuinya. Cerita sama juga diterangkan dalam Kitab Maghazil Umawi.

Keterbukaan dalam berpikir dan bersikap menjadi sikap yang dicontohkan Nabi. Musyawarah yang menjadi landasan berpikir dan piranti bertukar pikiran menjadi sesuatu yang sangat digemari Nabi. Lewat kegemarannya ini beliau mengajarkan sifat untuk tidak anti pati terhadap kritik dan merasa benar sendiri kepada umatnya. Menjadi anti kritik menjadikan pikiran tertutup dan pikiran tertutup menjadi sebab wawasan yang dangkal. Oleh karenanya gemar musyawarah dalam menghadapi persoalan dan melakukan diskusi untuk mengambil kebijakan sebagaimana diajarkan Nabi patut untuk dicontoh dan diaplikasikan di kehidupan sehari hari.

Avatar
About Author

Ahmad Misbakhul Amin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *