Peristiwa

Peace English Academy: Euforia, Tradisi Berbahasa, dan Ihwal Pembelajaran

  • February 18, 2025
  • 4 min read
  • 68 Views
Peace English Academy: Euforia, Tradisi Berbahasa, dan Ihwal Pembelajaran

Penulis memiliki sedikit catatan dari waktu yang sangat singkat. Tulisan ini merupakan satu di antara beberapa bagian catatan yang ditulis penulis ketika mengenyam kursus bahasa inggris di Peace Kampung Inggris Kediri selama dua minggu. Jika pembaca merasa tertarik bisa dibaca, bila tidak skip saja.

Liburan perkuliahan sudah dimulai sejak pertengahan Desember 2024. Info terbaru dari pihak Rektorat  melalui Surat Edaran yang dikeluarkan menginformasikan bahwa perkuliahan akan dilakukan di bulan Maret 2025. Waktu yang sangat panjang untuk liburan dan akan sangat terbuang sia-sia bila tidak dimanfaatkan untuk belajar hal yang baru atau mendalami satu kemampuan diri. Melihat hal ini akhirnya penulis dengan mempertimbangkan kesibukan pribadi. Penulis mendapatkan beasiswa kerja bertempat di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat LP2M UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung di lain sisi penulis bersama dengan rekan juga merintis satu komunitas Pengkaji Al Qur’an. Akhirnya dengan banyak pertimbangan penulis memilih untuk belajar bahasa inggris di Kampung Inggris tepatnya di Peace English Academy Pare Kediri.

13 Januari 2025 penulis akhirnya berangkat dan belajar bahasa inggris di tempat itu. Mendapatkan teman baru, tempat tinggal baru, pengetahuan baru, wacana dan tradisi baru merupakan satu di antara beberapa hal yang didapatkan. Beberapa teman baru akhirnya akrab dan saling membantu, tentunya sesuai tupoksi dan asas rasa satu perjuangan untuk mempertajam pengetahuan tentang bahasa inggris. Berbagai pengalaman dan cerita akhirnya didapatkan hingga menjadi banyak tulisan yang disusun model bagian.

Satu hal yang awalnya menjadikan penulis agak gelisah yakni soal tradisi. Tradisi keilmuan yang dilakukan di Course dan Camp (bias kami menyebutnya) di luar prediksi yang diperkirakan. Mulanya hal yang terpikirkan pertama kali adalah banyaknya teori pembelajaran dan hafalan vocabulary, namun tidak dengan kenyataannya. Tetiba di Camp untuk pertama kalinya penulis mengikuti satu program, biasanya pelajar di situ menyebutnya program after subuh. Program yang disiapkan untuk melatih vocal speaking para pelajar karena memang yang diterapkan di dalamnya adalah banyak praktik dan sedikit teori. Mister hanya memberikan satu dua ulasan tentang topik dan kemudian semua peserta diminta untuk berdiri berhadapan dengan lawan bicara dan praktik berbicara menggunakan bahasa inggris sesuai dengan topik yang telah ditentukan.

Sontak instruksi yang diberikan Mister kepada kita menjadikan bulu bergidik. Bukan tanpa sebab, pembelajaran dan praktik berbicara bahasa inggris dengan lawan bicara di dalam pembelajaran yang terstruktur ini baru didapatkan penulis pertama kali dalam hidup. Awal pekan yang sangat menakutkan dan terasa lama. Pembelajaran rampung dan dilanjutkan dengan program kelas, artinya semua peserta didik akan dipertemukan menjadi satu dan dibagi menjadi beberapa kelas. Karena minder dan takutnya Penulis membatin “ Aku sudah memilih jalan yang sesat”. Dan benar saja ternyata tabik ditempatkan di Program Basic 1 A bersamaan dengan beberapa teman yang berasal dari berbagai kota di Indonesia. Pembelajaran hampir sama, mungkin kalau dapat diangkakan 30 % teori dan pembelajaran topik, 70% praktik berbicara dengan lawannya.

Ada empat kelas dan dua kali program dalam sehari yang semuanya dilakukan dengan metode yang sama kecuali kelas vocab karena tuntutannya menghafal bukan praktik. Satu dua hari terasa berat namun pada akhirnya penulis mulai sadar bahwa pembelajaran dengan metode seperti ini akan sangat berpengaruh pada algoritma pembelajaran. Penulis di kesempatan selanjutnya juga berpikir dan mengakui bahwa metode yang dilakukan dengan gaya komunikatif, interaktif, dan menyenangkan akan memudahkan pemahaman dan sangat berpengaruh pada mentalitas pelajar. Contoh personal ini dapat dirasakan penulis. Setelah dirasakan beberapa hari hati pun mengatakan perkataan yang berbeda “Oh ternyata aku tersesat di hutan yang benar

Penulis yang memang tidak pernah mendapatkan latar belakang pembelajaran bahasa sebelumnya merasa sangat terbantu dengan program dan metode pembelajaran yang diterapkan. Keraguan, ketakutan, dan kecemasan yang semula besar perlahan berubah menjadi satu ketertarikan walaupun hanya dalam kurun dua minggu. Berdasar pada subjektif diri penulis yang ditempa pendidikan dengan metode seperti ini mengamini bahwa usaha seperti ini bila ditradisikan akan dapat membentuk mentalitas komunikasi yang tangguh dan kelancaran serta kesadaran berbahasa inggris yang mumpuni. Penulis juga setuju bahwa tradisi berbahasa akan dapat menunjang jauh lebih cepat dari pada hanya teori.

About Author

Ahmad Misbakhul Amin