
“Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah.” (H.R. Tirmidzi dan Ahmad)
Kaafah.id – Waktu berjalan begitu cepat, permasalahan kehidupan yang dihadapi manusia kian kompleks. Manusia terus-menerus dihadapkan pada berbagai persoalan yang membuat jiwa mereka menjadi lelah. Mulai dari ketidakpastian ekonomi, tekanan sosial, bencana alam, hingga krisis moral. Sebagian orang memilih jalur yang rasional dan ilmiah untuk mengurai masalahnya, dan itu memang penting. Tetapi, dalam tradisi spiritual Islam, ada pendekatan batiniah yang mengakar kuat untuk mengatasi hal ini, yakni dengan menjadikan sedekah sebagai jalan keluar.
Hadis “Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah” (H.R. Tirmidzi dan Ahmad), merupakan salah satu bentuk ungkapan yang bersifat metafora, yang kaya akan makna. Meskipun sebagian riwayat menyebutkan bahwa konteksnya adalah untuk menyelamatkan diri dari azab neraka, namun beberapa ulama menafsirkan dengan memperluas maknanya ke dalam kehidupan sehari-hari, yakni bahwa sedekah juga mampu “membeli” keselamatan dari berbagai kesulitan duniawi. Saat logika manusia buntu, hal ini menjadi strategi spiritual dengan maksud agar Allah membuka pintu langit melalui amal kebaikan tersebut.
Perspektif Spiritualitas Hadis tentang Sedekah
Secara tekstual, hadis “belilah semua kesulitanmu dengan sedekah” ini bermakna mengajak kepada umat Islam untuk menggunakan sedekah sebagai alat penebus kesulitan. Di antara redaksi hadis yang lain disebutkan:
حَصِّنُوا أَمْوَالَكُمْ بِالزَّكَاةِ وَدَاوَوْا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ وَأَعِدُّوْا لِلْبَلَاءِ الدُّعَاءَ
“Jagalah harta benda kalian dengan zakat, obatilah orang-orang sakit kalian dengan sedekah dan siapkan doa untuk musibah.” (H.R. Thabrani, Abu Nuaim, dan Khatib)
Hadis di atas menunjukkan bahwa sedekah memiliki dimensi spiritual dan eksistensial. Maksudnya, bahwa sedekah bukan hanya tentang sebuah ritual memberi, tetapi juga membebaskan seseorang. Ibn Qayyim al-Jawziyyah, di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa sedekah merupakan salah satu bentuk “asbab ghaybiyah”, yakni sebab-sebab metafisik yang dapat mencegah datangnya bala’ dan mengundang rahmat. Sementara itu, dalam Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, Ibnu Rajab al-Hanbali juga menjelaskan bahwa sedekah dapat menyucikan harta dan jiwa. Oleh karena itu, sedekah dapat menolak keburukan yang belum atau sudah terjadi.
Makna kiasan “membeli kesulitan” dalam hadis tentang sedekah tersebut berarti dalam menyikapi ujian hidup, sikap yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim bukanlah dengan keluhan atau keputusasaan. Tetapi dengan membuka kanal spiritual yang disyariatkan. Maknanya, ibadah sedekah di sini merupakan bentuk iman aktif, bukan hanya sekedar kepercayaan yang bersifat pasif.
Perspektif Filosofis dan Etis Hadis tentang Sedekah
Dalam perspektif etika Islam, sedekah bukanlah bentuk belas kasihan secara sepihak saja kepada orang yang diberi sedekah. Tetapi, sedekah merupakan bentuk cerminan tauhid sosial, yakni kesadaran bahwa segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang bukanlah hak absolut, melainkan sebuah titipan yang harus dibagikan. Dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa sedekah merupakan pendidikan bagi ruhani yang melatih manusia untuk tidak terlalu melekat pada harta, mengikis ego, dan membangun rasa empati terhadap sesama.
Secara filosofis, tindakan memberi merupakan bentuk tindakan eksistensial. Seorang filsuf eksistensialis Prancis, Jean-Paul Sartre menyebut manusia sebagai “makhluk pilihan” (being of choice). Dalam konteks Islam, ketika seseorang memilih untuk memberikan sedekah di tengah kekurangannya, maka sikap tersebut merupakan bentuk tertinggi dari kehendak bebas yang ditundukkan kepada Allah. Di dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa:
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (Q.S. Al-Baqarah: 245)
Ayat di atas menunjukkan bahwa sejatinya orang yang bersedekah adalah sedang bertransaksi dengan Tuhan. Siapa pun yang bertransaksi dengan-Nya, tidak akan pernah rugi. Hal ini akan membentuk fondasi etika dalam Islam yang tidak hanya bersifat normatif, tapi juga reflektif dan transformatif.
Sedekah sebagai Strategi Spiritual dalam Realitas
Saat ini, banyak orang yang telah membuktikan bahwa sedekah bukan hanya sekedar bentuk amal saleh saja, tetapi juga terapi hidup. Pada masa pandemi, sekitar 4-5 tahun yang lalu, gerakan sedekah tumbuh pesat di berbagai komunitas muslim, mulai dari tingkat lokal hingga global. Orang-orang yang terdampak secara ekonomi akibat pandemi, justru menemukan harapan baru melalui rantai kebaikan yang tak terputus (sedekah). Dalam kisah nyata, tidak sedikit juga orang yang bersedekah dari sisa-sisa hartanya, kemudian justru dibalas dengan rezeki tak disangka-sangka.
Sedekah yang dilakukan oleh seseorang juga memiliki efek psikologis dan neurologis. Penelitian dalam psikologi positif menunjukkan bahwa tindakan memberi dapat meningkatkan oksitosin dan endorfin, yakni dua hormon kebahagiaan dan keterikatan sosial. Ini berarti bahwa memberi merupakan jalan yang dapat mengantarkan seseorang menuju ketenangan batin dan perasaan bermakna.
Sedekah tidak selalu berbentuk uang. Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ
“Setiap kebaikan adalah sedekah (HR. al-Bukhari dalam “al-Adabul Mufrad” no. 224 dari shahabat Jabir bin ‘Abdillah)
Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa setiap kebaikan yang kita lakukan, baik itu berupa senyum, tenaga, perhatian, atau bahkan tulisan yang menyejukkan hati orang lain, termasuk bagian dari sedekah. Hal ini dapat memperluas pandangan kita bahwa sejatinya menghadapi kesulitan itu, bukan melulu soal modal material saja, tetapi tentang bagaimana kita dapat memabangun kesadaran memberi dan berbagi.
Ikhtiar Spiritual yang Membebaskan
Hadis “Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah” bukan hanya sekedar ajaran agama yang mengajak kita untuk berderma saja, tetapi juga seruan untuk mengubah cara pandang kita terhadap penderitaan. Hadis ini menegaskan bahwa di dalam Islam, tidak ada kesulitan yang tidak bisa ditransformasikan menjadi ladang amal. Justru, di dalam ruang-ruang sempit kehidupan, sedekah dapat membuka jalan keluasan.
Dalam perjalanan hidup yang penuh dengan ujian ini, sedekah bukanlah sekedar bentuk kepedulian, tetapi merupakan jalan nyata untuk menguatkan diri. Sedekah adalah cara kita untuk menunjukkan iman, berbagi harapan, dan menghadapi kesulitan dengan hati yang lapang. Sedekah juga mengajarkan bahwa di balik setiap kesulitan, selalu ada kesempatan untuk menjadi lebih baik dan lebih berarti.
Penulis: Lailatuzz Zuhriyah (Kepala Pusat Penelitian LP2M UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung)