Blog Opini

Gerakan Feminisme dalam Sorotan Syara’

Avatar
  • August 8, 2024
  • 3 min read
  • 24 Views
Gerakan Feminisme dalam Sorotan Syara’

Feminisme adalah gerakan yang mengupayakan adanya kesetaraan gender. Mereka menuntut perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang, baik sosial maupun agama. Dalam bidang sosial, mereka mengatakan bahwa perempuan harus memiliki peran yang sama dengan laki-laki pun dalam bidang pekerjaan juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan royalti. Di sisi lain, dalam bidang agama, gerakan ini menuntut bahwa perempuan harus memiliki hak warisan yang sama dengan laki-laki dan hak poliandri sebagaimana yang diizinkan oleh laki-laki untuk poligami. Mereka bahkan mengklaim bahwa “tafsir” atau “hasil ijtihad” ulama yang mendiskriditkan perempuan itu tidaklah benar. hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana islam memandang fenomena semacam itu ? Penulis akan mencoba menjawabnya.

Islam hadir untuk menyelamatkan dan membebaskan kaum perempuan dari penindasan yang terjadi di masa jahiliyah. Al-Qur’an diturunkan untuk meningkatkan harkat dan martabat serta memberikan hak-hak bagi wanita secara adil, tanpa mengesampingkan nilai-nilai kodrati dalam diri mereka. Dalam pandangan Islam, diskriminasi adalah sebuah tindakan kejahatan, namun upaya untuk mencapai kesetaraan sepenuhnya dianggap sebagai bentuk kesesatan. Islam tidak pernah menganggap perempuan lebih rendah atau sama dengan laki-laki, melainkan menetapkan hak-hak keduanya dalam porsi yang sesuai dengan kodratnya masing-masing. Sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur’an (QS. An Nisa ayat 32)


وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِه بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْاۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَۗ وَسْـَٔلُوا اللّٰه مِنْ فَضْلِهۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
“Janganlah kamu berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’: 32)

Dalam tafsirnya, Imam al-Fakhr al-Razi menjelaskan beberapa faktor yang membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan kodrat mereka masing-masing. Salah satu perbedaan alamiah adalah bahwa laki-laki memiliki lebih banyak kesempatan untuk selalu beribadah kepada Allah, sementara perempuan sering terhalang oleh kodrat alamiah seperti menstruasi (haid), melahirkan, dan menyusui. Dari segi fisik dan psikologis, laki-laki umumnya lebih kuat, tangguh, tegas, dan berani dibandingkan wanita, sehingga mereka lebih mampu untuk mencari nafkah, bertanggung jawab, mengambil keputusan, dan menjalankan tugas-tugas yang dianggap lebih berisiko. Laki-laki dianggap lebih pantas untuk melakukan tugas-tugas yang melibatkan interaksi dengan banyak orang tanpa merasa malu, yang mana hal ini bertentangan dengan sifat psikis dan tabiat wanita yang cenderung lemah lembut, penuh kasih sayang, dan keibuan. Oleh karena itu, wanita lebih sesuai untuk menjalankan peran dalam rumah tangga, seperti mengasuh, mendidik, dan merawat anak.

Gerakan feminisme yang menuntut kesetaraan gender dalam segala aspek sering kali menciptakan slogan-slogan yang bisa merusak kemurnian ajaran agama. Gerakan ini lebih fokus pada keadilan emosional daripada keadilan proporsional, dan sering kali mengabaikan nilai-nilai kodrati seperti faktor alamiah, fisik, dan psikologis, serta hak dan kewajiban masing-masing. Jika motif gerakan ini adalah untuk menolak Al-Qur’an dan menentang ajaran Rasul, maka menurut Ibn ‘Abbas, tindakan semacam ini sudah mencapai tingkat kufur.

Oleh karenanya sejauh literatur yang telah ditelaah penulis dapat menyimpulkan bahwa sejatinya, Islam tidak pernah mendiskriminasikan perempuan, sebaliknya Islam telah menempatkan perempuan pada posisi yang sesuai dengan kodratnya. Bahkan, dalam beberapa hal, hak perempuan lebih unggul dibandingkan hak laki-laki, seperti hak untuk mengasuh anak (Hadlanah). Oleh karena itu, upaya menyetarakan wanita dan laki-laki dalam segala aspek tanpa mempertimbangkan perbedaan fisik, psikologis, dan kewajiban masing-masing tidaklah sesuai dengan ajaran syara’. Namun, masih tedapat kemungkinan adanya hak-hak wanita yang belum diatur secara jelas oleh syara’, seperti hak pendidikan, jual beli, dan upah kerja. Jika gerakan feminisme yang dimaksud adalah memperjuangkan hak-hak seperti ini, maka hal tersebut diperbolehkan.

Avatar
About Author

Nabila Rahma Al Aghna

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *