Opini

Formula Nalar Tekstual: Respons Atas Tulisan AZ (Dialektis, 2024) Part 02

  • January 6, 2025
  • 4 min read
  • 5 Views
Formula Nalar Tekstual: Respons Atas Tulisan AZ (Dialektis, 2024) Part 02

Satu alasan penulis meminta dengan hormat untuk mengalihkan tema awal ke tema yang ditetapkan karena berdasarkan pemahaman ihwal diri. Tema “Pemahaman Al Qur’an dan Hadis dan Perkembangannya: Melihat Diksi Merekonstruksi Konteks” sangat berat untuk diulas, mengingat penulis bukan penghafal Al Quran apa lagi pakar  Al Qur’an. Penulis seorang penghafal hadis dan itu pun jauh dari kata sempurna. Hal ini jika dipaksakan jelas akan berimplikasi pada samudra wacana ulasan di tengah cakrawala intelektual mahasiswa Program Studi Ilmu Al Quran dan Tafsir. Alih-alih mendapatkan pemahaman yang konkret, justru akan banyak menyesatkan responden yang hadir. Alasan lebih lanjut adalah bahwa penulis sebelum mengiyakan permintaan panitia terlebih dahulu sudah melakukan diskusi dengan beberapa pihak yang diyakini memiliki kepakaran di bidang itu. Hal lain adalah serapan bacaan berupa buku dengan tema tersebut yang menjadikan penulis merasa percaya diri menyampaikan telur gagasan.

Tulisan bagian dua ini penulis belum ingin merespons terlalu dalam atas tulisan AZ. Bukan berarti penulis mencoba mengalihkan perbincangan namun penulis ingin semua pembaca tahu duduk masalah dan formulasi materi yang disampaikan hingga kemudian melahirkan beberapa kritik, komentar, dan dialektika di akar bawah rumput. Di bagian ini penulis berkeinginan untuk menceritakan sedikit teknis kegiatan dan materi yang disampaikan oleh beberapa narasumber dan responden yang hadir di dalam acara tersebut. Perlu digaris bawahi bahwa penulis dalam semua tulisan sejak awal hingga akhir tidak bermaksud menyudutkan beberapa pihak. Hal ini harus diungkapkan dengan jelas dan gamblang sebagaimana tradisi kritikus hadis untuk mendapatkan satu informasi yang relevan dan satu kepastian yang gamblang maka berkewajiban untuk tabayun.

Materi pertama disampaikan oleh AL dan materi kedua disampaikan oleh penulis. AL sepengetahuan penulis merupakan mahasiswa semester akhir yang bebarengan dengan itu dalam masa pengerjaan tugas akhir berupa skripsi. Di tengah perbincangan dan diskusi asyik itu AL menceritakan bahwa ia melakukan penelitian dan fokus di bidang kontekstualisasi ayat. Penulis yang baru  menginjak semester lima mencoba sedikit memberikan suport dalam bentuk motivasi dan doa semoga segera sidang dan lulus dengan peringkat Cumlaude. Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah jika penelitian tugas akhir AL di bidang kontekstualisasi ayat artinya AL sangat memahami betul konsep dan formula tekstual, kontekstual, kontekstualisasi, kontekstualisme, dan tekstualisme. Penulis akui ini karena pembawaan dan keleluasaan materi yang disampaikan layak diacungi jempol.

Di tengah diskusi dan materi yang disampaikan, AL membuka forum agar lebih bernuansa komunikatif dan interaktif, di situ pula penulis sebagai pemateri kedua mencoba untuk memberikan pendapat dan beberapa komentar serta ulasan dari materi pertama. Sedikit kesimpulan penulis atas materi tersebut, bahwa setidaknya AL menyampaikan bahwa tekstualisme dan kontekstualisme itu saling berkontradiksi dan berdikotomi. Begitu pula dengan ragam kontekstualisasi, tekstual, dan kontekstual. Jika tidak salah seingat penulis AL menyatakan bahwa tekstualisme adalah kelompok yang melakukan pembacaan dan pemaknaan terhadap teks hanya berdasarkan teks belaka tanpa melihat unsur historisitas teks dan struktural treks. Di lain sisi yang berkontradiktif bahwa kontekstualisme adalah kelompok yang melakukan pembacaan dan penafsiran terhadap teks berdasarkan konteks. kelompok inilah yang menurutnya mempertimbangkan keberadaan situasi dan kondisi. Tekstualisme artinya literal dan literal sudah pasti tekstual dan itu bertentangan dengan konsep kontekstualisasi. Barang kali ini juga yang diyakini AZ (Penulis yang luput datang di akhir diskusi, sebagaimana penulis sebut di tulisan pertama).

Pernyataan yang penulis sampaikan hanya “Bahwa di dalam ragam penafsiran tekstualis itu juga menyimpan semangat dan pesan kontekstualisasi”. Barang kali klaim penulis ini dinilai melenceng, tidak sesuai, atau dalam bahasa AZ “menyesatkan”. Penulis ketika menjelaskan dan memaparkan kitik ini setidaknya mengutip dan merujuk pada hasil diskusi dan hasil bacaan yang tekah dilakukan. Namun tak apa, klaim penulis ini akan dibahas di beberapa pembahasan selanjutnya. Setidaknya AL dalam materinya sedikit membuka cakrawala dan insting akademik penulis, dan tulisan AZ yang merespons kritik dan paparan penulis membuka kesadaran sosial penulis untuk terus melakukan kampanye dakwah literasi dan insting analisis wacana.

Terdapat satu pernyataan sekaligus permintaan AZ untuk direspons penulis yang oleh penulis diterima sebagai doa. “Sebagai narasumber, tidak sulit bagi beliau untuk menulis beberapa ribu kata di tambah beliau memiliki karya tulis berupa artikel yang sudah submit jurnal”, klaim ini oleh penulis dianggap sebagai sebuah doa. Satu hal yang AZ luput di akhir pula bahwa, bahwa penulis dengan rahmat dan kuasa Allah Swt di 15 bulan ini terakhir sudah menelurkan jurnal dan buku. Satu jurnal sudah terbit, satu buku sudah ber-ISBN, dan beberapa jurnal lain yang disubmit di tahun 2024 sudah mendapatkan LOA, tinggal menunggu proses publikasi di tahun 2025. Penulis berharap agar AZ dan pembaca budiman berkenan untuk melakukan kolaborasi penelitian dan memberikan dukungan moril dan apapun itu untuk meningkatkan kompetensi ilmiah. Kritik, saran, dan masukan tetap penulis dambakan, sebagaimana yang dilakukan AZ melalui tulisan di Blogspot Dialektis.

About Author

Ahmad Misbakhul Amin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *