Mendidik pikiran tanpa mendidik hati bukanlah pendidikan yang sama sekali. ~ Aristoteles
Informasi teknologi saat ini sudah sangat berkembang. Perkembangan itu salah satunya melahirkan berbagai media yang sangat bermanfaat, termasuk bagi dunia Pendidikan, seperti dalam pendidikan Islam yang mempunyai peran besar dalam membentuk manusia yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.
Kemajuan ini membuka ruang baru untuk menyebarkan ilmu dan nilai-nilai keislaman dengan cara yang lebih menarik. Dengan kemajuan ini pendidikan islam juga dapat berkembang secara lebih luas. Yang sebelumnya hanya dilakukan secara tatap muka di dalam kelas atau majelis, sekarang bisa menjangkau dimanapun dan kapanpun.
Dunia pendidikan Islam saat ini menghadapi dua hal tradisi yaitu yang mengutamakan hubungan guru-murid dan buku-buku klasik, serta tuntutan zaman modern di mana generasi muda hidup dengan teknologi.
Kita tidak perlu memilih salah satu, tetapi perlu menjembatani keduanya. Media pendidikan Islam hadir sebagai jembatan itu, untuk menjaga nilai-nilai tradisi sambil mengikuti perkembangan zaman, agar ajaran Islam dapat dipahami dan menyentuh hati semua orang.
WARISAN TRADISI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Sejak dulu Islam memiliki metode pembelajaran klasik yang khas dan penuh makna yang mendalam. Seperti halaqah di masjid yaitu sistem belajar yang biasanya membentuk lingkaran dan memerdekakan untuk bertanya.
Sistem pesantren yang menanamkan nilai kemandirian, kedisiplinan, dan kelayakan dalam kehidupan bersama.
Pembelajaran kitab kuning yang tidak hanya mempelajari isi teksnya saja tetapi juga memahami cara berpikir para ulama terdahulu yang melatih ketelitian, kesabaran, dan kemampuan memahami makna secara mendalam.
Majelis taklim yaitu wadah pembelajaran terbuka untuk Masyarakat umum dan masih banyak lagi.
Dengan berbagai metode tersebut pendidikan tidak hanya fokus pada penguasaan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai adab, kesabaran, kedisiplinan, dan juga hubungan spiritual antara guru dan murid. Dengan demikian ilmu tidak hanya menulis, menghafal dan mempelajari tetapi juga diamalkan dan diresapi yang akhirnya membentuk pribadi berilmu serta berakhlak.
Selain itu, sanad keilmuan menjadi bukti bahwa ilmu dalam Islam memiliki rantai keaslian dan keberkahan. Ilmu tidak diperoleh secara sembarangan, melainkan diwariskan dari guru ke murid dengan penuh tanggung jawab.
Inilah yang menjadikan pendidikan Islam memiliki kekuatan moral dan spiritual yang mendalam. Melalui adab, kesabaran, dan sanad keilmuan, proses belajar bukan hanya tentang mencari pengetahuan, tetapi juga tentang membentuk kepribadian yang berakhlak dan berjiwa tawadlu’.
TANTANGAN DAN PELUANG MODERNITAS
Modernitas membawa banyak perubahan besar dalam dunia Pendidikan, termasuk Pendidikan Islam. Modernitas juga menghadirkan beberapa inovasi teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas.
Misalnya, dengan adanya platform e-learning, siswa dapat mengakses pelajaran dari mana saja dan kapan saja tanpa terhalang jarak dan waktu. Aplikasi Islami seperti Al-Qur’an digital, dan hafalan hadis juga membantu generasi muda untuk belajar agama dengan cara yang lebih mudah.
Selain itu, munculnya konten dakwah digital di beberapa aplikasi seperti You Tube, Instagram, atau Facebook membuka ruang untuk para da’i, ustadz, dan guru agama untuk menyebarkan ajaran Islam dengan gaya yang lebih menarik dan relevan.
Namun, di balik peluang tersebut, modernitas juga membawa sejumlah tantangan yang tidak bisa diabaikan. Arus informasi yang begitu cepat sering kali menyebabkan banjir konten yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Banyak generasi muda yang lebih mudah dipengaruhi oleh budaya luar dan gaya hidup instan dibandingkan mendalami nilai-nilai agama.
Kemajuan teknologi juga menyebabkan Kecanduan media sosial dan game online, yang dapat mengurangi semangat belajar dan fokus dalam menuntut ilmu.
Tantangan lainya adalah kemunculan media, seperti penyebaran hoaks keagamaan, ceramah tanpa dasar ilmu yang bisa menurunkan nilai keikhlasan dalam menyampaikan ajaran Islam.
MEDIA PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI JEMBATAN PENGHUBUNG
Media modern hadir bukan untuk menggantikan cara tradisional, melainkan untuk melengkapinya. Dulu, kita harus datang ke pondok pesantren atau majlis untuk mendengarkan guru mengaji. Sedangkan Sekarang, kita bisa mendengarkan ceramah yang sama lewat aplikasi di ponsel, kapan saja dan di mana saja.
Intinya, ilmu agamanya tetap sama, tetapi cara penyampaiannya disesuaikan dengan zaman. Kitab kuning bisa dibaca dalam bentuk digital, diskusi ilmu bisa dilakukan melalui grup online, dan pelajaran jadi lebih hidup dengan video animasi. Nilai-nilai seperti hormat kepada guru dan kejujuran tetap diajarkan, hanya medianya saja yang berbeda.
Beberapa contoh nyata jembatan media menjadi dalam pendidikan islam.
Yang pertama, pengajian online Kyai dan ustadz sekarang bisa mengajar lewat live streaming dan jamaahnya tidak hanya di desa, tetapi juga orang-orang di kota besar yang sibuk.
Yang kedua, sekolah yang memadukan cara lama dan baru, guru bisa menjelaskan pelajaran agama di kelas seperti biasa, lalu memberikan tugas atau kuis melalui aplikasi seperti Google Classroom. Belajar jadi tidak terbatas di ruang kelas.
Yang ketiga, konten Islami di media sosial, banyak ustadz muda yang membuat konten menarik di TikTok, Instagram, atau YouTube. Mereka membahas topik agama dengan bahasa yang mudah dipahami anak muda, sehingga agama tidak terasa kaku atau menakutkan.
Namun, Peran guru tetap penting di tengah semua teknologi ini. Walaupun guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi, tetapi tetap menjadi pemandu.
Guru membantu murid memilah informasi mana yang benar dan mana yang salah dari internet. Guru juga pentingnya pentingnya adab dan akhlak yang baik, yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.
Tidak hanya itu, Guru juga memberikan keteladanan secara langsung, karena hubungan antara guru dan murid adalah hubungan hati yang tidak bisa digantikan oleh mesin. Jadi, guru yang melek teknologi akan lebih efektif dalam membimbing murid-muridnya di zaman sekarang.
Jadi, media pendidikan Islam bukan sekedar alat untuk belajar, tetapi juga jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini. Melalui media, nilai-nilai luhur yang dulu diajarkan di pesantren, majelis taklim, atau halaqah kini bisa terus hidup dan menjangkau lebih banyak orang di berbagai tempat.
Tradisi tetap terpelihara, tetapi cara penyajiannya disesuaikan dengan zaman. Teknologi bukan musuh, melainkan sahabat baru bagi dunia pendidikan Islam selama digunakan dengan niat yang baik dan dibimbing oleh nilai-nilai keimanan. Guru, ustaz, dan pendidik tetap menjadi cahaya utama yang membimbing arah pembelajaran agar tidak kehilangan ruh spiritualnya.
Dengan sinergi antara tradisi dan modernitas inilah, kita bisa berharap lahir generasi muslim yang tidak hanya cerdas dan kreatif, tetapi juga memiliki hati yang lembut, beradab, dan selalu berpegang pada ajaran Islam dalam setiap langkah hidupnya.
Penulis: Dewi Fatimatuzzahro’, Dewi A’Thiyanal Husna, Lutfan Najib Al-Farih
Editor: Ahmad Misbakhul Amin




