Mengawal KUA untuk Layanan Semua Agama
Wacana untuk menjadikan kantor urusan agama (KUA) menjadi tempat pernikahan semua agama sedang menjadi banyak perbincangan. Pernyataan awal itu disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Dalam penjelasannya, pria yang panggil Gus Men ini menyatakan bahwa sudah saatnya kantor urusan agama (KUA) yang ada di setiap kecamatan itu bisa memberikan pelayanan untuksemua agama, termasuk pernikahan. Sontak, pernyataan ini membuat banyak pihak merespon mulai yang setuju namun memberikan catatan hingga pihak-pihak yang tidak setuju dengan berbagai pertimbangan.
Sebelum saya putuskan menulis, saya lebih dulu meminta seorang kolega untuk bertanya pada saudaranya Kristen dan Katolik yang memiliki pengalaman menikah. Dari cerita itu muncul beberapa catatan menarik. Yakni, bagaimana proses pernikahan di Kristen ataupun Katolik. Kita semua tahu bahwa selama ini pernikahan selain yang beragama Islam dilakukan pencatatan di kantor catatan kependudukan dan sipil. Bagi mereka yang beragama Kristen mereka akan melakukan pemberkatan di Gereja masing-masing. Setelahnya, akan mencatatkan pernikahan itu ke negara melalui kantor dispendukcapil kota setempat.
Kemudian, diskusi pun berlanjut tentang seperti apa jika pencatatan pernikahan tidak lagi di kantor pencatatan sipil namun beralih pada satu institusi yang namanya adalah kantor urusan agama (KAU). Ada dua pendapat yang keluar setelah pertanyaan itu muncul. Ada yang sepakat ada yang tidak. Mereka yang sepakat, karena berpikir data satu pintu pada kementerian itu menjadi bagus. Namun, mereka berharap berpindahnya urusan dari Dispendukcapil ke KUA tidak membuat adanya pungutan liar ataupun hal-hal yang justru membuat ribet umat kristiani menikah.
Sedangkan, mereka yang tidak setuju adanya perubahan layanan dari Dispendukcapil ke KUA karena kesan KUA masih melekat dengan satu agama sehingga mereka khawatir jika nantinya layanan pencatatan pernikahan dilakukan di KUA akan membuat banyak perubahan dalam proses pernikahan yang selama ini sudah berjalan.
Dua pendapat dari saudara kolega saya ini perlu menjadi renungan kita bersama tentang hakekat KUA sebenarnya. Memang benar, kata Agama pada tubuh KUA selama ini hanya menyimbolkan satu agama, padahal jumlah agama yang diakui di Indonesia tidak hanya satu agama. Mengapa kerja-kerja KUA merujuk pada satu agama? Hal ini karena secara yuridis berdasarkan pasal 1 angka 2 pada peraturan Menteri agama nomor 20 tahun 2019 disebutkan Kantor Urusan Agama Kecamatan KUA Kecamatan adalah unit pelaksana teknis pada Kementerian Agama berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan secara operasional dibina oleh kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota.
Kedua, pada Pasal 1 ayat (1) Kepmenag 517/2001, KUA Kecamatan berkedudukan di wilayah kecamatan dan bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yang dikoordinasi oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam/Bimas Islam/Bimas dan Kelembagaan Agama Islam. Lalu, KUA Kecamatan dipimpin oleh seorang kepala.
Dua regulasi di atas telah mendekatkan KUA dengan urusan keislaman. Jadi, wajar sekali bila saat ini tugas KUA mengurus pernikahan umat Islam. Sehingga, jika nantinya KUA difungsikan untuk melakukan layanan pernikahan semua agama maka perlu ada regulasi yang disesuaikan agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi. Salah satunya pada undang-undang Perkawinan. Selain itu, pada undang-undang adminduk pada Pasal 34 ayat (1) yang menjelaskan perkawinan bagi penduduk yang beragama Islam dicatat oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian yang perlu ditinjau lagi adalah pasal 2 ayat (2) PP 9/1975 yang berbunyi pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil.
Rencana menjadikan KUA untuk pelayanan pernikahan semua agama perlu kita kawal bersama sebab KUA bukan kantor urusan satu agama melainkan kantor urusan semua agama. (*)