Sejarah Islam

KH. Marzuki Mustamar: Ulama Pengawal Tradisi Hadis di Tengah Arus Zaman

  • June 20, 2025
  • 3 min read
  • 15 Views
KH. Marzuki Mustamar: Ulama Pengawal Tradisi Hadis di Tengah Arus Zaman

Marzuki Mustamar adalah sosok ulama karismatik yang menjadi jembatan antara khazanah klasik Islam dan kebutuhan masyarakat kontemporer. Lahir di Blitar, Jawa Timur, pada 22 September 1966, ia tumbuh dalam lingkungan pesantren yang kuat dan penuh dengan tradisi keilmuan. Sejak remaja, ia telah akrab dengan kitab-kitab kuning, bahkan mampu menghafal dan memahami Shahih Muslim ketika masih duduk di bangku SMP. Kedalaman ilmunya terus diasah di berbagai lembaga pendidikan hingga meraih gelar doktor di Universitas Islam Malang dengan predikat cum laude.

Namun, yang menjadikan KH. Marzuki Mustamar istimewa bukan sekadar gelar akademik atau ketokohan strukturalnya di NU, melainkan kemampuannya menghidupkan hadis di tengah masyarakat dengan cara yang relevan, lugas, dan berpijak pada tradisi. Ia bukan hanya menulis, tetapi juga mengajarkan dan menggerakkan masyarakat untuk memahami serta mengamalkan hadis Nabi secara utuh dan proporsional.

Melalui karyanya Syarah Hadits Pilihan: Menggali Kemuliaan dari Kitab Mukhtarul Hadis, KH. Marzuki menyajikan 352 hadis dengan penjelasan yang membumi. Ia menafsirkan hadis tidak hanya dari aspek tekstual, tetapi juga sosial dan spiritual. Buku ini menjadi jembatan penting bagi umat Islam agar tidak hanya menghafal hadis, tetapi juga memahaminya dalam konteks kehidupan nyata.

Tak hanya itu, dalam kitab Al-Muqtathofat li Ahlil Bidayah, ia tampil tegas membela tradisi amaliah Ahlussunnah wal Jama’ah dari tuduhan bid‘ah. Di sini, hadis digunakan sebagai tameng, bukan untuk menyerang, tetapi untuk meluruskan dan mendidik. Ia mengajak pembacanya berpikir: jangan asal menolak, tapi pahami sanad dan maknanya. Inilah corak dakwah beliau—tenang tapi kuat, sederhana tapi dalam.

Melalui Khutbah Jumat 7 Menit dan Dalil Amaliah Nahdliyah, KH. Marzuki menyadari bahwa banyak juru dakwah dan jamaah yang memerlukan panduan praktis, bukan teori berat. Maka ia menyusun khutbah, penjelasan hadis, dan dalil-dalil ringkas yang bisa langsung diamalkan di mimbar dan majelis taklim. Formatnya ringan, tapi kandungannya kaya dan berakar pada referensi yang jelas.

Apa yang membuat KH. Marzuki Mustamar begitu dihormati adalah keberaniannya berbicara di tengah derasnya arus penyempitan makna sunnah dan pengaburan terhadap tradisi. Ia menegaskan bahwa sunnah tidak selalu berarti “meninggalkan tradisi”, dan bahwa bid‘ah tidak serta-merta harus dicap sesat. Ia membela tahlilan, maulidan, dan ziarah kubur dengan dalil yang kuat dari Al-Qur’an dan hadis, sekaligus membuka ruang diskusi yang sehat.

Melalui pesantrennya, Sabilurrosyad Gasek Malang, KH. Marzuki juga mencetak kader-kader muda yang tak hanya bisa membaca kitab, tetapi mampu menjelaskan makna hadis dengan jernih kepada publik. Ia hadir bukan hanya sebagai ulama kampung, tapi intelektual pesantren yang mampu berdiri sejajar dengan akademisi dan pemimpin umat.

Marzuki Mustamar adalah cermin dari ulama tradisional yang progresif. Ia tak sekadar menjaga hadis dalam rak kitab, tapi menghidupkannya dalam ruang dakwah, pendidikan, dan perjuangan sosial. Di tengah kebingungan umat atas banyaknya klaim kebenaran, kehadiran beliau menjadi penyejuk—penegas bahwa ilmu hadis tidak boleh dipelintir demi kepentingan sesaat, dan bahwa dakwah seharusnya membimbing, bukan menghakimi.

Sebagai pengkaji hadis yang dekat dengan umat, KH. Marzuki menunjukkan bahwa keilmuan bisa dirajut dengan tradisi, dan bahwa Islam yang ramah bisa dibangun di atas fondasi yang kuat: sanad, nash, dan akhlak. Melalui karya dan keteladanannya, ia menjadi inspirasi tentang bagaimana hadis bisa terus hidup—dari pesantren ke mimbar, dari naskah ke masyarakat.

 

About Author

Ahmad Misbakhul Amin