Hukum Bermain Rebana di Dalam Masjid
Beberapa hari yang lalu viral sebuah video yang menunjukkan seorang bapak-bapak yang memarahi sejumlah pemuda yang sedang memainkan rebana di dalam masjid di daerah Surabaya. Bapak-bapak yang mengenakan jubah itu dengan lantang menyebut bahwa memainkan rebana merupakan perbuatan yang munkar dan harus ditinggalkan, apalagi di dalam masjid.
Warganet pun ramai-ramai memberikan respon. Ada yang mendukung perbuatan bapak-bapak itu karena menurut mereka, bermain musik di dalam masjid merupakan suatu kemunkaran dan tidak pernah diajarkan nabi, bahkan sesat.
Banyak pula yang menyayangkan aksi bapak-bapak tersebut karena ia berusaha menghalangi anak-anak muda yang sedang bershalawat dan melestarikan tradisi leluhur yang selama ini tidak dipermasalahkan di daerah tersebut.
Namun, bagaimana sesungguhnya hukum memainkan rebana atau banjari, apalagi di dalam masjid?
Melansir dari NU Online, di dalam kitab al-Fatawa al-Kubro al-Fiqhiyyah juz 4 karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami, halaman 356 dijelaskan, hukum bermain rebana di dalam masjid diperbolehkan.
Hal ini berdasarkan sebuah hadits dari Aisyah radhiyallahu anha yang menyebut bahwa Nabi Muhammad saw memerintahkan untuk mengumumkan pernikahan dengan memukul rebana. Hadits itu diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Nabi Muhammad SAW bersabda:
اعلنوا هذا النكاح، واجعلوه في المساجد، واضربوا عليه بالدفوف
Artinya: “Umumkanlah pernikahan ini, dan lakukanlah di masjid serta (ramaikanlah) dengan memukul duf (rebana)”
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw menganjurkan untuk mengumumkan pernikahan, dan salah satu caranya adalah dengan memukul rebana di masjid. Hal ini bertujuan untuk meramaikan acara pernikahan dan sebagai bentuk syukur atas nikmat pernikahan.
Imam Ibnu Hajar juga menegaskan, kebolehan memukul rebana di masjid ini didukung oleh pendapat para ulama salaf, di antaranya Syaikh Izzuddin bin Abdissalam, Ibnu Daqiq al-‘Id, dan Abu Ishaq asy-Syairazi. Ketiga ulama ini merupakan ulama mujtahid yang wara’, sehingga pendapat mereka dapat dijadikan sebagai hujjah.
وَفِيهِ إيمَاءٌ إلَى جَوَازِ ضَرْبِ الدُّفِّ فِي الْمَسَاجِدِ لِأَجْلِ ذَلِكَ فَعَلَى تَسْلِيمِهِ يُقَاسُ بِهِ غَيْرُهُ وَأَمَّا نَقْلُ ذَلِكَ عَنْ السَّلَفِ فَقَدْ قَالَ الْوَلِيُّ أَبُو زُرْعَةَ فِي تَحْرِيرِهِ صَحَّ عَنْ الشَّيْخِ عِزِّ الدِّينِ بْنِ عَبْدِ السَّلَامِ وَابْنِ دَقِيقِ الْعِيدِ وَهُمَا سَيِّدَا الْمُتَأَخِّرِينَ عِلْمًا وَوَرَعًا وَنَقَلَهُ بَعْضُهُمْ عَنْ الشَّيْخِ أَبِي إِسْحَاقَ الشِّيرَازِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَكَفَاكَ بِهِ وَرِعًا مُجْتَهِدًا
Artinya: “Dalam hadits tersebut terdapat isyarat diperbolehkannya memukul rebana di masjid untuk tujuan tersebut. Maka, atas keabsahannya, yang lainnya dapat diukur dengannya. Adapun periwayatan itu dari salaf, maka al-Wali Abu Zur’ah dalam tahririh berkata: “Telah shahih dari Syaikh Izzuddin bin Abdul Salam dan Ibnu Daqiq al-‘Id, dan keduanya adalah pemimpin para mutaakhirin dalam hal ilmu dan wara’. Sebagian mereka meriwayatkannya dari Syaikh Abu Ishaq al-Syirazi rahimahullah ta’ala, dan cukuplah dia sebagai orang yang wara’ dan mujtahid”
Namun, meskipun memainkan rebana di masjid diperbolehkan, harus diperhatikan pula bahwa memukul rebana di masjid harus dilakukan dengan cara yang baik. Misalnya tidak dilakukan ketika sedang waktunya beribadah dan dilakukan dengan tetap menyesuaikan suasana sekitar masjid.