
Bullying menjadi satu perilaku yang tidak bertanggungjawab yang dilakukan dengan cara mengganggu dan melemahkan orang lain yang dianggap lemah secara fisik, verbal, dan psikis dan dilakukan secara sengaja hinga memberikan dampak bagi korban. Salah satu bentuk bullying yang sering terjadi di era kekinian adalah bullying dalam bentuk verbal.
Dampak yang disebabkan oleh bullying verbal tentu saja dapat mengganggu dimensi psikologis seseorang, dan akhirnya dapat pula berdampak pada dimensi fisik. Data pendukung untuk mrlakukan upayay preventif terhadap bullying adalah data UNICEF tahun 2020. Data tersebut menunjukkan bahwa hampir 40% kasus bunuh diri di Indonesia disebabkan oleh bullying. Al Qur’an sebagai satu pedoman tendensius di dalam legal formula keislaman menjadi satu kajian yang menarik untuk di lajukan. Pertanyaan Apakah di dalam kitab suci Al-Qur’an apakah ada ayat yang bisa menjadi landasan untuk menyikapi fenomena ini? dan bagaimana Al Qur’an memandang? Menjadi sangat menarik untuk disitir.
Penulis memilih QS. Ali Imron (3): 66 untuk dibahas secara khusus di dalam artikel sederhana ini.
هٰاَنْتُمْ هٰؤُلَاۤءِ حَاجَجْتُمْ فِيْمَا لَكُمْ بِه عِلْمٌ فَلِمَ تُحَاۤجُّوْنَ فِيْمَا لَيْسَ لَكُمْ بِه عِلْمٌۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ واَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“Begitulah kamu. Kamu berbantah-bantahan tentang apa yang kamu ketahui, tetapi mengapa kamu berbantah-bantahan (juga) tentang apa yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”
Memahami ayat ini perlu sekiranya penulis merujuk kembali ayat sebelumnya (Q.S Ali Imran: 65). Dalam Tafsir Al Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab, bahwa Asbab al-Nuzul dari kedua ayat ini adalah ketika Nabi Muhammad Saw. diperintah untuk mengundang Yahudi dan Nasrani untuk menyaksikan bahwa dia dan umatnya merupakan orang-orang Islam yang menyerahkan diri kepada Allah swt, dan menyampaikan bahwa ajaran Islam yang dibawanya merupakan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Ibrahim as. Namun, menurut riwayat Muhammad ibn Ishaq ibn Yasar, di antara pihak Yahudi dan Nasrani Najran justru terjadi perdebatan tentang Nabi Ibrahim as di hadapan Nabi Muhammad. Konteks ini juga terdapat dalam Tafsir Ibn Katsir.
Perdebatan tersebut berupa saling klaim posisi Nabi Ibrahim. Pihak Yahudi mengklaim bahwa Nabi Ibrahim adalah pengikut Yahudi. Begitu juga pihak Nasrani klaim bahwa Nabi Ibrahim adalah pengikut Nasrani. Sedangkan hal yang janggal dari perdebatan antara pihak Yahudi dan Nasrani adalah sebenarnya Taurat dan Injil ada setelah wafatnya Nabi Ibrahim as. dalam tempo waktu yang cukup jauh. Adapun Abdul Qadir al-Jailani menyebutkan dalam tafsirnya bahwa Nabi Musa hidup setelah dua ribu tahun wafatnya Nabi Ibrahim dan Nabi Isa hidup setelah seribu tahun wafatnya Nabi Ibrahim dengan redaksi. Oleh karena itu, bisa diambil kesimpulan bahwa Nabi Ibrahim bukanlah Nasrani maupun Yahudi, melainkan dia pengikut ajaran Hanif/ kini terlembaga menjadi Agama Islam.