Pondok Pesantren merupakan wadah pendidikan Islam dengan penerapan dan pengajaran disiplin ilmu agama secara luas. Keberadaan pesantren menjadi satu rujukan seseorang yang berkeinginan untuk menambah daya intelektual keagamaan dengan basis pengajaran dua puluh empat jam. Pendidikan dengan bentuk pengawasan ketat terhadap kegiatan santri melatih santri untuk terus disiplin terhadap setiap tanggung jawabnya. Lain dari pada itu, pengajaran pesantren berbasis pada nilai keagamaan tidak lepas dari nilai pandang sosial dan polemik kemasyarakatan. Kaum santri tidak menutup mata adanya kompleksitas problem yang dalam kaca mata agama membutuhkan pencerahan dan terobosan berhukum. Hal ini kemudian melatarbelakangi adanya forum diskusi santri yang dikenal dengan istilah Bahstul Masail.
Bahtsul Masail merupakan forum kajian santri yang bertujuan untuk mendapatkan pandangan baru pada suatu masalah. Hukum merupakan representasi dari hasil kandungan ilmu fikih, maka forum Bahtsul Masail diagendakan guna menjadi jalan bagi santri untuk menganalisis, mengomentari, dan menghasilkan rumusan hukum. Kegiatan ini ditradisikan dunia pesantren sebagai wujud manifestasi akan kebaharuan hukum. Kebaharuan hukum dengan melihat kompleksitas permasalahan dirasa urgen untuk ditampakkan ke permukaan. Dogma atas tertutupnya pintu ijtihad memang diamini adanya, namun kebaharuan hukum sebagai jembatan untuk meneruskan kehidupan yang berlandaskan nilai syariah urgen untuk diadakan. Kebaharuan hukum bukan lantas kemudian meniadakan dan menafikan hukum yang telah ada, namun adanya usaha Istinbath Al Hukmi ini menjadi obyek atas pencarian jalan keluar baru sesuai dengan kacamata syariat Islam.
Bahtsul Masail menjadi tradisi santri yang bukan hanya dilakukan di dalam Pesantren namun menjadi agenda rutin di tubuh beberapa organisasi masyarakat. Sebut saja Lajnah Bahtsul Masail (LBM) milik ormas Nahdlatul Ulama yang setiap bulan memiliki agenda rutin. Agenda ini diadakan rutin dengan proporsional beranggotakan alumni Pondok Pesantren. Sama seperti di pesantren, agenda ini juga menyorot, memberikan komentar, dan mencari hukum atas problem yang terjadi. Dengan adanya forum semacam ini diharapkan setiap permasalahan di tengah masyarakat dapat terdeteksi hukum dan landasannya. Masyarakat akan merasa tenang dengan semilir hukum yang bersahabat, tidak hukum yang menjerat. Ditulis semacam ini karena keberadaan hukum dinilai terlalu memberatkan dan tidak bersahabat, tentu hal ini bertolak belakang dengan keberadaan hukum yang seharusnya ada untuk meringankan dan memudahkan urusan.
Harapannya tradisi seperti ini tidak lepas dan hilang seiring berjalannya waktu. Masyarakat membutuhkan terobosan hukum dalam menjalankan roda kehidupan, di sisi lain masyarakat tidak ingin pusing untuk melakukan hukum yang memberatkan. Melihat fenomena seperti ini kaum santri sebagai pemegang estafet keilmuan Islam berkewajiban untuk meneruskan Istinbath hukum yang bersahabat dan meringankan. Santri tetap berkewajiban untuk melek terhadap fenomena yang terjadi, karena dengan kepekaan tersebut keilmuan yang dimilikinya dapat berkembang dengan masif dan terarah.