Agama Sejarah Islam Tokoh

Washil Bin Atha’: Menyorot Paradigma Teologi Kaum Mu’tazilah

  • April 1, 2024
  • 3 min read
  • 80 Views
Washil Bin Atha’: Menyorot Paradigma Teologi Kaum Mu’tazilah

Diskursus Ilmu kalam, disiplin ilmu yang membahas teologi dan sistematika ilmu keislaman. Hal ini sebagaimana dijelaskan  Zurkani Jahja dalam bukunya “Teologi Al Ghazali, Pendekatan Metodologi”(1996), ia menyebut para tokoh dan pemikir di bidang Akidah Islam dengan julukan “Para Pemikir Perintis”, sebelum julukan Ilmu Kalam muncul. Predikat ini oleh Jahja, digunakan untuk menunjuk sejumlah tokoh di bidang akidah Islam yang berhasil menunjukkan prestasi pemikirannya pada masa Dinasti Umayyah (41-132 H / 661-750 M). Kemudian pemikiran ini memberi pengaruh terhadap pemikir sistematis dalam aliran kalam setelah dibakukannya Ilmu Kalam sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman.

Disiplin ilmu kalam muncul pertama kali pada abad kedua Hijriyah. Terdapat beberapa ulama yang secara akademis terstruktur mendalami keilmuan ini salah satunya yakni Wasil bin Atha’.  Lahir di Madinah pada 80 Hijriyah, beliau salah seorang tokoh besar aliran Mu’tazilah yang mendapat julukan “al Ghazzal”  yang biasa diartikan dengan “penenun” karena beliau senang berkeliling di dalam kilang-kilang tenun. Beliau merupakan salah seorang murid dari Abu Hasyim ‘Abdullah ibn Muhammad al-Hanafiyyah. Kemudian beliau berhijrah ke Mekah dan mengenal ajaran Syi’ah. Washil bin Atha’ wafat pada tahun 131 Hijriyah di Bashrah. 

Wasil bin Atha memiliki tiga pokok pemikiran yang masyhur. Pertama tentang peniadaan sifat Tuhan bahwa Tuhan berbeda dengan makhluknya. Munculnya aliran ini berawal dari adanya perbedaan pendapat tentang status kemukminan seseorang. Pada kasus ini, penyematan nama Mu’tazilah berasal dari  Washil bin Atha’ memisahkan diri dari golongan Hasan Al Bahsri. Kemudian ,Washil bin Atha’ mengajarkan pemikirannya hingga menjadi aliran yang berpengaruh luas dan populer pada masa Dinasti Abbasiyah serta  menjadi mazhab negara pada masa pemerintahan 4 khalifah Abbasiyah, yakni Al-Makmun (198-218 H), dan berakhir pada masa Al-Mutawakil (234 H).

Kedua, teori takdir. Washil ibn ‘Atha memberikan interpretasi bahwa manusia mempunyai daya, kehendak, dan otoritas dalam menentukan perbuatannya. Tuhan memberi otoritas kepada manusia untuk melaksanakan syari’at-Nya. Segala sesuatu yang berwujud telah diketahui dan ditetapkan sesuai dengan ketetapan masing-masing. Manusia diberikan akal untuk digunakan dalam memilih sesuatu yang baik dan buruk tanpa melibatkan urusan ketuhanan. Akan tetapi segala sesuatu yang menjadi keputusan manusia akan tetap diketahui oleh Tuhan.

Ketiga,Manzilah Baina Al Manzilatain”. Dalam rangka merumuskan kaidah ini, beliau terlihat mengambil jalan tengah antara pendapat yang mengatakan hukum pelaku dosa besar adalah kafir (Khawarij), dan pendapat yang mengatakan hukum pelaku dosa besar adalah mukmin (Murji’ah). Ia berpendapat bahwa hukum pelaku dosa besar adalah fasik. Berdasarkan hal tersebut, corak teologi Washil bin ‘Atha memandang iman sebagai bentuk amaliah, siapa yang beramaliah tidak sesuai dengan tuntunan ajaran Tuhan, maka pelakunya berdosa dan tidak diakui sebagai mukmin. Sedangkan Pelaku dosa yang beriman disebut fasik. Seorang pendosa  tersebut tidak termasuk dalam kaum kafir, karena kaum kafir identik sebagai orang yang tidak beriman. Teori ini didasarkan QS. Al-Nur: 4 dan QS. Al-Nisa’: 93.

Demikian beberapa pemikiran dari Washil bin Atha’. Ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Washil bin Atha banyak mengalami pertentangan dari kalangan masyarakat awam, karena mereka sulit menerima ajaran yang bersifat rasional dan filosofis. Selain itu, masyarakat awam menilai bahwa ajaran tersebut tidak berpegang pada sunnah Rasullah saw. dan para sahabatnya. Namun, berkat semangat juangnya, menjadikan pemikiran ini mendapatkan pengakuan dari Penguasa Abasiyah dan dijadikan madzab resmi negara sehingga kita masih bisa mengenal beberapa pemikirannya hingga saat ini. 

About Author

Assyifa aini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *