Blog Opini Peristiwa

Vandalisme di UIN SATU Tulungagung: Antara Aspirasi dan Kerusakan Vasilitas

Avatar
  • March 29, 2024
  • 5 min read
  • 67 Views
Vandalisme di UIN SATU Tulungagung: Antara Aspirasi dan Kerusakan Vasilitas

Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung telah berhasil mengubah dirinya menjadi sebuah kampus yang megah dan menarik. Namun, keindahan kampus ini tercoreng oleh aksi vandalisme pada beberapa temboknya. Aksi ini, meskipun tampaknya merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap isu tertentu, justru menimbulkan kerugian. Cara-cara seperti ini tidak hanya kurang efektif dalam menyampaikan aspirasi, tetapi juga mencerminkan sikap tidak matang dari pelakunya. Vandalisme sebagai sarana protes ibarat perilaku anak kecil yang merusak dinding rumah sendiri karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan.


Vandalisme di kampus UIN Satu Tulungagung telah meninggalkan jejak yang tidak hanya merusak tampilan dinding, tetapi juga mempengaruhi reputasi dan kenyamanan kampus. Kita bisa melihat kerusakan ini pada dinding di sisi barat dan selatan kampus. Di dinding barat, kita bisa melihat tulisan-tulisan seperti “FUAD MENOLAK”, “#Tolak RKUHP”, dan “Tiba-tiba dipenjara #SemuaBisaKena”. Selain tidak sedap dipandang mata, coretan-coretan ini juga merusak keindahan yang seharusnya dipertahankan di lingkungan pendidikan. Selain itu, tindakan corat-coret pada dinding kampus telah mencemari kesan serius dan estetika lingkungan akademis. Dinding yang tadinya terlihat rapi dan bersih kini ternoda oleh coretan yang jelek dan tidak estetis sama sekali. Ini tidak hanya mengganggu kenyamanan anggota kampus, tetapi juga potensial mengkhawatirkan warga sekitar.


Lebih jauh lagi, melihat nama “FUAD” – singkatan dari Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah – termuat dalam salah satu coretan sangat disayangkan. Sebagai fakultas yang terkenal dengan cara-cara beradab dan diplomatis dalam menyampaikan kritik dan protes, perbuatan ini justru bertentangan dengan reputasi dan nilai yang dijunjung tinggi oleh fakultas tersebut.
Hal semacam ini tentu tidak bisa dianggap remeh. Pihak kampus pastinya dirugikan secara finansial. Akibat hal itu, kampus harus kembali mengalokasikan dana untuk mengembalikan dinding-dinding tersebut ke keadaan bersih dan indah. Pengadaan biaya untuk pengecatan ulang tentu bukan angka yang kecil. Padahal dana tersebut seharusnya dapat dialokasikan untuk keperluan yang lebih bermanfaat bagi kemajuan akademik maupun fasilitas bagi mahasiswa.


Sedangkan bagi keluarga kampus UIN Satu Tulungagung, hal ini juga berpotensi menurunkan rasa memiliki terhadap kampus mereka sendiri. Pembiaran dan tidak adanya tindakan terhadap vandalisme dapat mengikis semangat kebersamaan dalam menjaga dan merawat fasilitas bersama. Akibatnya, bukan tidak mungkin, perbuatan tersebut akan membuka pintu bagi tindakan serupa di masa yang akan datang, memicu siklus perusakan yang berkelanjutan.

Vandalisme sering digunakan sebagai cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan terhadap suatu masalah. Namun, jika pelaku mempertimbangkan dengan matang, mereka akan menyadari bahwa tindakan ini tidak efektif dalam menyuarakan protes. Hal ini karena tindakan perusakan cenderung memalingkan perhatian dari inti masalah yang ingin disampaikan. Akibatnya, orang lebih fokus pada dampak kerusakan daripada memahami pesan dari aksi protes tersebut. Menggunakan vandalisme sebagai bentuk protes sebenarnya tidak efektif dan justru dapat membawa dampak negatif bagi pelaku. Masyarakat umumnya menganggap vandalisme sebagai perilaku yang tidak bisa diterima. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai agama dan moral yang mengajarkan pentingnya merawat dan menjaga keharmonisan. Akibatnya, tindakan tersebut tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik, tetapi juga dapat merusak citra dan dukungan terhadap tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian, vandalisme sebagai cara protes dapat merugikan tujuan awal dan sebenarnya malah mengurangi efektivitas pesan yang ingin disampaikan.


Kita harus memahami bahwa vandalisme sebenarnya merintangi jalannya komunikasi. Ini merupakan suatu paradoks, di mana pelaku ingin pendapatnya diperhatikan, namun sekaligus mereka menghalangi kemungkinan adanya dialog. Komunikasi yang baik harus berlangsung dua arah; diperlukan adanya mendengar dan didengar. Vandalisme menunjukkan sikap agresif yang tidak sesuai dengan nilai-nilai diskusi yang damai dan berbasis logika.

Dalam praktik demokrasi, protes merupakan hak dasar warga negara untuk mengungkapkan pendapat atau ketidaksetujuan mereka. Hak ini sangat penting, terutama ketika masyarakat meminta pemerintah atau suatu institusi untuk membuat perubahan. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan agar protes dapat berlangsung efektif dan tidak merugikan pihak lain. Pertama, penting bagi seseorang yang ingin melakukan protes untuk memahami dengan mendalam isu yang ingin diangkat. Pengetahuan ini akan memperkuat argumentasi dan pesan yang ingin disampaikan. Seperti saat kita melakukan persiapan, seseorang yang hendak protes harus memiliki informasi dan fakta yang cukup, agar saat dihadapkan pada tantangan atau debat, tukang protes dapat terus menyampaikan poin-poinnya dengan kuat tanpa kehilangan arah. Protes yang didasari oleh pengetahuan yang kuat akan lebih sulit untuk diabaikan.


Kedua, seseorang yang ingin protes perlu memiliki tujuan yang spesifik, realistis, dan bisa diukur. Dengan tujuan yang jelas, lebih mudah untuk merancang strategi dan menilai kemajuan yang telah dicapai. Sama seperti mengemudi, tanpa tujuan yang jelas, kita hanya akan berkeliling tanpa sampai di ditujuan yang diinginkan. Ketiga, jangan lupa, kita kini berada di zaman media sosial yang merupakan alat yang efektif untuk menyebarkan informasi dan mengumpulkan dukungan. Dengan menggunakan media sosial, kita bisa menciptakan komunitas dan menggunakan kekuatannya untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu yang kita angkat dalam protes.


Selain tiga poin yang telah dijelaskan, masih ada berbagai sarana lain yang efektif untuk melakukan protes dengan cara yang beradab. Beberapa cara tersebut antara lain membuat konten yang kreatif, melakukan lobi dan advokasi, ikut dalam partisipasi politik, mengadakan demonstrasi damai, membentuk koalisi dan kemitraan, mengajukan petisi, serta mengadakan dialog dan diskusi. Dengan beragam opsi yang tersedia, kita seharusnya dapat menemukan banyak alternatif untuk menyuarakan protes dengan cara yang konstruktif.


Mengakhiri uraian ini, kita sebagai bagian dari komunitas kampus UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, sepatutnya mengingat dan mengamalkan kata-kata bijak dari Sayyidina Ali, yaitu “kebenaran yang tidak terorganisir akan kalah oleh kebatilan yang terorganisir.” Ungkapan ini mengingatkan kita tentang pentingnya organisasi dan persiapan yang matang dalam segala usaha, termasuk dalam berprotes. Kita perlu menyusun aksi dengan rapi, strategis, dan koordinatif agar suara kebenaran dapat didengar dan memiliki dampak yang signifikan. Melalui kerjasama dan koordinasi yang baik, setiap usaha yang berlandaskan kebenaran akan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk melawan kesalahan yang mungkin lebih terstruktur tetapi tidak berlandaskan nilai-nilai yang benar.

Avatar
About Author

Candra Halim Perdana

Dosen dan Peneliti di Institute for Javanese Islam Research (IJIR) UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *