Blog

Raja’ dan Khauf: Menjadi Hamba Hakiki Berbasis Teladan Qura’ni

  • March 13, 2025
  • 3 min read
  • 42 Views
Raja’ dan Khauf: Menjadi Hamba Hakiki Berbasis Teladan Qura’ni

Don’t Expect Too Much ungkapan yang simpel namun sangat mengena. Ungkapan ini sering dikaitkan dengan rasa kekecewaan bila ekspektasi lahir secara berlebihan kepada manusia, situasi, bahkan diri sendiri. Rerata kesalahan sering terjadi sebab sifat ketergantungan pada manusia dan selain khaliq. Sebetulnya sifat ini secara biologis bersifat manusiawi dan normal, namun di keadaan tertentu keberadaannya dinilai negatif dan kurang etis. Mengenai berharap pada manusia Ali ibn Abi Tholib pernah berkata “Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit adalah berharap pada manusia”.  

Sebagai manusia sudah seharusnya hanya berharap kepada sang pemilik alam dan penguasanya yakni Allah Swt. Dalam Islam berharap hanya kepada Allah disebut dengan Raja’ beberapa pakar mendefinisikan Raja sebagai rasa optimisme akan harapan dan keyakinan penuh terhadap rahmat serta ampunan Allah. Seorang hamba yang memiliki sifat Raja’ akan terus berusaha dan tidak berputus asa dalam memohon ampunan dan harapan atas rahmat Allah. Hal senada telah difirmankan Allah dalam QS Az-Zumar (39):53

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Konsep raja’ di atas dapat diambil maksud bahwa sebagai makhluk tidak selayaknya putus asa ( hilang harapan ) kepada Allah karena Allah maha pengampun dan penyayang. Lain dari pada itu Allah Swt maha pemberi rahmat bagi semua makhluk-Nya dan bagi eseorang yang telah melampaui batas. Ayat ini bila ditadabur lebih cermat terlihat jelas betapa besar kasih sayang Allah pada mat Muslim, bahkan ketika manusia melakukan dosa Allah masih menyalurkan rasa sayang lewat rezeki dan nikmat yang diberikan sehari-hari. Hal ini akan berbanding terbalik di konteks sosial kemanusiaan.

Ketika manusia dikecewakan maka dalam kamus manusia hilang sudah kepercayaan pada yang mengecewakan. Namun perlu digaris bawahi dalam raja’ untuk mendapat ampunan dan rahmat-Nya perlu adanya usaha seperti Tubat Al Nasuha dan menghindari perbuatan tercela. Melakukannya secara kontinu  maka sifat ini harus bersanding dengan sifat khauf agar senantiasa ingat. Usaha ini menjadi upaya preventif meskipun optimis dengan rahmat Allah dan disayang Allah , disisi lain Allah memiliki  azab bagi hambanya yang lalai.

          Khauf  dapat diartikan dengan rasa takut kita kepada Allah khususnya kepada siksanya. Sifat ini akan membuat seorang hamba lebih berhati-hati dalam bertindak dan menjauhi larangannya. Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya QS Al-A’raf (7): 99

اَفَاَمِنُوْا مَكْرَ اللّٰهِۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْخٰسِرُوْنَ

“Atau, apakah mereka merasa aman dari siksa Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada orang yang merasa aman dari siksa Allah, selain kaum yang rugi”.

            Penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa antara raja’ dan khauf keduanya harus seimbang agar kita sebagai hamba tidak terlalu berani berbuat dosa. Porsi keduanya harus seimbang dan cukup. Bila salah satu kurang maka akan terjadi inkonsistensi nilai luhur ilahiah yang bermuara pada rida Allah.

About Author

Arini Azkiyatun Nada