
“Setiap langkah kecil kita dalam merawat bumi adalah bagian dari bentuk penghambaan kita kepada Allah”.
— Prof. Dr. Abd. Aziz, M.Pd.I (Rektor UIN SATU Tulungagung) —
Desa Nglurup, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung, pagi ini menjadi saksi sebuah gerakan kecil, namun bermakna besar, yakni gerakan penanaman ribuan pohon oleh UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak, mulai dari Bupati Tulungagung, Ketua DPRD, Sekda, Forkopimda, beberapa OPD, Camat dan Sekcam Sendang, Forkopimcam, para pimpinan UIN SATU Tulungagung, tim LP2M, dosen pembimbing lapangan, dan mahasiswa KKN.
Sejatinya, kegiatan ini bukan hanya sekedar seremoni atau kerja bakti penghijauan saja. Tetapi, wujud nyata dari sebuah gerakan spiritual-ekologis yang sedang dibangun oleh UIN SATU Tulungagung, melalui gerakan “Religreen: Sustainable Minds, Greener Futures”.
Kegiatan ini sejatinya ingin menegaskan bahwa spirit Religreen tidak hanya berhenti pada tataran konsep saja, tetapi telah menjadi aksi nyata.
Sebagaimana ditegaskan oleh Rektor UIN SATU, Prof. Dr. Abd. Aziz, M.Pd.I., dalam sambutannya, “sejatinya kegiatan ini bukan hanya sekedar kegiatan kumpul-kumpul bareng saja. Akan tetapi kita semua yang hadir ini, sedang diajak untuk berdzikir secara bersama-sama tentang alam semesta”.
Lebih lanjut Rektor menegaskan bahwa kegiatan penanaman pohon bukanlah sekedar kewajiban formal mahasiswa KKN, melainkan bagian dari hablun min al-‘alam, hubungan spiritual manusia dengan alam semesta.
Rektor juga menekankan bahwa cinta kepada alam adalah bagian dari iman, dan menanam pohon adalah salah satu bentuk ibadah.
“Siapa pun yang mencintai lingkungan, akan didoakan oleh tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitarnya”, ujar Prof. Aziz. Karena, lanjut beliau, pepohonan, tanaman, dan seluruh elemen yang ada di alam, sejatinya juga berdzikir kepada Allah. Maka, kehadiran semua pihak dalam kegiatan ini adalah bentuk dari ibadah, bukan hanya sekedar aktivitas sosial saja.
Oleh sebab itu, di sinilah letak makna spiritual dari aksi ekologis, yakni bahwa setiap langkah kecil kita dalam merawat bumi adalah bagian dari bentuk penghambaan kita kepada Allah.
Prof. Aziz juga menyampaikan dengan nada humoris, namun sarat makna, bahwa “Dinas yang paling shalih itu sejatinya adalah Dinas Lingkungan Hidup (DLH).” Kata “dinas”, menurut beliau, bermakna melayani. Maka, siapa pun yang menanam pohon, dan menjaga alam semesta ini, sejatinya sedang melayani kehidupan dan menjalani laku kesalihan ekologis.
Bagi saya, pernyataan beliau ini bukan hanya sekedar lelucon, tetapi sebuah kritik dengan nada halus terhadap paradigma pembangunan yang kerap kali abai terhadap dimensi ekologis.
Religreen sebagai Gerakan Kesadaran
Gerakan Religreen sebagaimana yang dilaunching dalam Dies Natalis ke-57 UIN SATU yang digelar pada 17 Juli lalu, merupakan gerakan yang memadukan antara pemikiran keberlanjutan dengan etika keagamaan.
Religreen bukanlah sebuah gerakan yang berwujud program jangka pendek, tetapi sebuah upaya besar dalam membangun kesadaran kolektif, bahwa keberlangsungan lingkungan harus menjadi bagian dari visi keilmuan dan spiritualitas kampus.
Dengan memosisikan alam sebagai subjek dzikir, sebagaimana dalam sambutan Rektor dalam kegiatan penanaman pohon pagi ini, maka sejatinya alam tidak diposisikan sebagai objek eksploitasi saja. Gerakan ini ingin mengajak seluruh sivitas akademika dan masyarakat untuk menanamkan nilai-nilai keberlanjutan (sustainability) ke dalam kegiatan pembelajaran, penelitian, pengabdian, dan gaya hidup sehari-hari.
Penanaman ribuan pohon di Sendang bukan hanya kegiatan yang bersifat simbolis saja. Rektor menegaskan bahwa pohon-pohon yang sudah ditanam harus diberi tanda, dipantau tumbuh kembangnya, dirawat dan dijaga bersama.
Ini merupakan bentuk komitmen bersama bahwa tanggung jawab ekologis tidak berhenti di seremoni saja, tetapi dilanjutkan dengan pelestarian berkelanjutan. “Jangan hanya menanam lalu ditinggal,” pesan Prof. Aziz.
Dalam tradisi keislaman, alam bukan sekedar sumber daya saja, tetapi juga mitra spiritual manusia. Pohon yang tumbuh, air yang mengalir, dan tanah yang subur merupakan bagian dari kehidupan manusia yang beriman.
Bahkan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Jika terjadi hari kiamat, sementara di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit tanaman, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya, maka tanamlah”. Hadis ini dikutip oleh Rektor dalam sambutannya.
Hadis ini juga sering kali dikutip oleh beberapa tokoh dalam konteks ekoteologi, sebagai sebuah simbol dan bentuk komitmen manusia untuk tetap berbuat kebaikan, meskipun dunia di ambang akhir (kiamat).
Ekoteologi dalam Praktik Kampus
Sebenarnya, konsep ekoteologi yang diusung melalui Gerakan Religreen, bukanlah hal yang baru dalam Islam. Dalam Al-Qur’an, manusia memiliki peran sebagai khalifah di bumi (Q.S. Al-Baqarah: 30), yang berarti bahwa mereka membawa amanah untuk menjaga dan memakmurkan bumi, bukan malah merusaknya.
Gerakan ini mencoba untuk menghadirkan pemahaman atas konsep tersebut ke dalam praktik nyata di kampus. Harapannya, ke depan, gerakan ini tidak hanya berbentuk kegiatan ekologis semata, tetapi juga dalam bentuk orientasi keilmuan dalam kegiatan pembelajaran, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat.
Terkait ini, UIN SATU Tulungagung memandang bahwa tanggung jawab ekologis tidak bisa hanya dibebankan pada satu lembaga saja, apalagi hanya pada satu dinas terkait saja.
Perguruan tinggi sebagai pusat ilmu dan nilai, harus terlibat aktif dalam menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan kepada mahasiswanya. Salah satu wujud nyatanya dengan melibatkan mahasiswa KKN dalam gerakan penanaman pohon ini. Tema KKN tahun ini pun juga bernuansa ekologis, yakni “Literasi Digital Menuju Desa Ramah Lingkungan”.
Melalui gerakan penanaman pohon ini, mahasiswa dilatih untuk membaca alam sebagai teks suci yang perlu dirawat dan ditafsirkan secara bijak.
Mahasiswa tidak hanya belajar dari ruang kelas saja, tetapi juga dari alam sekitarnya. Pengalaman ini, merupakan bagian dari pendidikan integratif yang menjadikan ilmu, iman, dan aksi sebagai satu kesatuan.
Sinergi Lintas Sektor
Kegiatan penanaman ribuan pohon ini juga menunjukkan pentingnya kerjasama lintas sektor. Kolaborasi yang harmoni antara perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan masyarakat, dapat menjadi modal sosial yang penting dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan.
Hadirnya Bupati, Ketua DPRD, jajaran Forkopimda dan Forkopimcam, menunjukkan bahwa sejatinya isu lingkungan bukanlah isu pinggiran. Tetapi, urusan lingkungan adalah urusan bersama yang membutuhkan dukungan politik, kebijakan, dan kesadaran kolektif dari berbagai pihak.
Dalam sambutannya, Rektor menekankan bahwa kolaborasi semacam ini harus dijaga dan dikembangkan.
UIN SATU sebagai institusi keagamaan dan keilmuan memiliki peran yang sangat strategis dalam menjembatani diskursus ekologis antara masyarakat dan pemerintah.
Kampus bukanlah menara gading yang menjauhkan diri dari realitas, tetapi menjadi bagian dari ekosistem sosial yang harus aktif dalam menyuarakan dan mewujudkan keadilan ekologis.
Harapan dan Komitmen
Mengakhiri sambutannya, Rektor menyampaikan harapan agar kegiatan ini tidak berhenti di titik ini saja. Beliau berharap agar setiap tahun, kegiatan semacam ini bisa terus dilaksanakan, dan setiap pohon yang ditanam nanti dapat menjadi saksi komitmen kita bersama dalam merawat bumi ini.
Harapan tersebut menyatu dengan semangat Religreen, yang bukan hanya sekedar konsep dan slogan semata, tetapi juga langkah nyata untuk membangun masa depan yang berkeadaban.
Melalui gerakan Religreen, UIN SATU mencoba membangun narasi baru, bahwa keberlanjutan bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal iman dan kesadaran. Dan dalam setiap pohon yang tertanam hari ini, terkandung harapan, bahwa bumi bisa menjadi tempat yang lebih layak bagi generasi yang akan datang.
Kontributor: Lailatuzz Zuhriyah (Kepala Pusat Penelitian UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung)